SAMARINDA – Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat ratusan kasus baru human immunodeficiency virus (HIV) sepanjang Januari hingga Juli 2025. Dari data tersebut, Samarinda dan Balikpapan menjadi dua daerah dengan jumlah kasus tertinggi.

Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Kaltim, dr. Ivan Hariyadi, mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu tujuh bulan, Samarinda mencatat 209 kasus baru HIV dan Balikpapan 167 kasus. Sementara itu, Bontang melaporkan 40 kasus, Kutai Kartanegara 31 kasus, Paser 21 kasus, Berau 11 kasus, Penajam Paser Utara 10 kasus, Kutai Barat 5 kasus, dan Mahakam Ulu 1 kasus.

“Hampir semua kabupaten/kota di Kaltim ditemukan kasus baru,” ujar Ivan saat ditemui, Kamis (28/8/2025).

Pola Penularan Masih Didominasi Seksual

Menurut Ivan, penularan HIV di Kaltim sebagian besar terjadi melalui hubungan seksual, baik heteroseksual maupun sesama jenis, serta penggunaan narkoba suntik. Selain itu, penularan dari ibu positif HIV ke anak saat kehamilan atau melahirkan juga masih menjadi risiko yang perlu diwaspadai.

“HIV memang belum bisa disembuhkan, tapi obat antiretroviral (ARV) mampu menekan perkembangan virus. Obat ini harus diminum seumur hidup agar daya tahan tubuh tetap stabil. Pasien bisa hidup normal, bekerja, dan beraktivitas seperti biasa,” jelasnya.

Ivan menegaskan, pasien tetap berpotensi menularkan HIV apabila tidak mengonsumsi obat secara rutin.

Upaya Pencegahan dan Tantangan Baru

Dinkes Kaltim terus mendorong upaya pencegahan, termasuk praktik hubungan seksual yang aman serta setia pada pasangan. “Kalau virusnya rendah, risiko penularan juga sangat kecil. Selain itu, ada juga obat pencegahan untuk pasangan,” tambahnya.

Pendekatan berbasis komunitas juga dilakukan untuk menjangkau kelompok berisiko, termasuk laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki (LSL). “Kalau kita memusuhi kelompok itu, justru mereka enggan berobat dan bisa semakin menyebarkan virus. Jadi pendekatannya kesehatan masyarakat, bukan kriminal,” tegas Ivan.

Ia menambahkan, setelah lokalisasi prostitusi ditutup, aktivitas seksual berisiko kini lebih banyak terjadi secara online maupun di kos-kosan sehingga lebih sulit diawasi. Untuk itu, Dinkes Kaltim melakukan mobile voluntary counseling and testing (VCT) atau pemeriksaan HIV langsung di titik-titik rawan agar masyarakat bersedia memeriksakan diri.

Edukasi dan Hilangkan Stigma

Ivan juga menyoroti stigma sosial terhadap orang dengan HIV yang masih menjadi hambatan besar. “Kalau ada yang positif, bukan berarti akhir segalanya. Obat tersedia gratis di puskesmas dan bisa diakses siapa saja. Yang penting rutin minum obat dan keluarga juga perlu diperiksa,” katanya.

Ia berharap edukasi dan kesadaran masyarakat terus meningkat, terutama di kalangan anak muda. “Kalau dulu anak perempuan takut hamil sebelum menikah, sekarang justru anak laki-laki juga berisiko lewat pergaulan. Penting ada penguatan mental, edukasi, dan hubungan sosial yang sehat agar tidak terjebak perilaku berisiko,” pungkasnya.(Ari)


📍 NETIZEN BORNEO — Suara Warga Kalimantan, Mata Hati Borneo
🌐 Website: www.netizenborneo.com
📱 Instagram & Threads: @netizen_neo
🎥 TikTok: @netizen__neo
📞 WhatsApp Redaksi: 0896-4642-1855
✉️ Email: netizen.neo@hotmail.com