Samarinda — Perusahaan kapal tongkang yang menabrak dua rumah warga di bantaran Sungai Mahakam, Senin (6/10/2025), akhirnya sepakat memberikan ganti rugi kepada korban. Insiden tersebut terjadi di kawasan Jalan Cipto Mangunkusumo RT 3, Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Loa Janan Ilir, Kota Samarinda.
Tongkang bernama BG Tanjung Medan 9, yang ditarik Tugboat (TB) Putra Rupat 9, semula berlabuh untuk menunggu pengolongan jembatan. Namun, derasnya arus sungai akibat cuaca buruk membuat kapal bermuatan batu bara itu terseret hingga menabrak dua rumah warga. Akibat benturan, pilar penyangga rumah patah dan bangunan nyaris ambruk.
Kepala Bidang Keselamatan Berlayar, Penjagaan, dan Patroli Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Samarinda, Capt. Yudi, membenarkan adanya kesepakatan damai antara pihak kapal dan warga terdampak.
“Masalah sudah selesai. Kedua belah pihak sepakat melakukan ganti rugi, dan sudah ada surat pernyataan resmi yang ditandatangani,” ujar Capt. Yudi, Selasa (7/10/2025).
Ia menambahkan, setelah kesepakatan tercapai, kapal diperbolehkan melanjutkan pelayaran di Sungai Mahakam.
“Karena sudah ada kesepakatan, kapal sudah bisa berlayar kembali,” katanya.
Menurut Yudi, peristiwa ini terjadi akibat faktor cuaca ekstrem, bukan karena tali tambat putus.
“Tongkang terseret arus deras. Jadi bukan karena putus tali tambat,” tegasnya.
Warga Panik Saat Tongkang Terseret Arus
Dua rumah warga di tepi Sungai Mahakam nyaris roboh akibat benturan keras tongkang tersebut. Penghuni rumah sempat mengira terjadi gempa bumi.
“Sekitar jam tujuh pagi kejadiannya. Getarannya kuat sekali. Saya kira gempa,” ujar Rajidi, salah satu pemilik rumah.
Ia mengaku, bagian belakang bangunannya mulai miring setelah terkena benturan tongkang bermuatan batu bara itu.
“Saya langsung ke lokasi dan melihat bagian belakang rumah sudah rusak,” tambahnya.
Kru Kapal Sebut Sudah Bayar “Pungli Tambatan”
Sebelum ada kesepakatan, sempat terjadi ketegangan antara warga dan pihak kapal. Warga menuntut ganti rugi, sementara perwakilan kapal sempat menolak dengan alasan sudah membayar biaya tambat kepada oknum yang mengaku sebagai “pengelola tambatan”.
“Kapten kapal bilang mereka sudah bayar tambatan ke orang itu. Tapi dua orang yang mengaku pengurus malah tidak mau bertanggung jawab,” ungkap Rajidi.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, praktik pungutan liar (pungli) terhadap kapal yang bersandar di alur Sungai Mahakam sudah berlangsung lebih dari setahun. Para pelaku diduga membagi wilayah dari Jembatan Mahakam hingga perbatasan Kutai Kartanegara, dengan tarif mencapai Rp200 ribu per 12 jam, ditambah tiga jeriken solar sebagai “upeti”.
Polisi Imbau Warga Segera Lapor
Menanggapi dugaan pungli tersebut, Kasat Polairud Polresta Samarinda, Kompol Rachmat Aribowo, mengimbau masyarakat untuk segera melapor bila menemukan praktik serupa.
“Kalau masyarakat mengetahui atau mengalami pungli di alur sungai, silakan lapor ke kami agar bisa ditindak,” ujar Rachmat.
Insiden ini menjadi perhatian warga bantaran Sungai Mahakam yang kerap resah dengan lalu lintas tongkang batu bara dan praktik pungli tambatan liar di sepanjang alur sungai.(Riz)
📍 NETIZEN BORNEO — Suara Warga Kalimantan, Mata Hati Borneo
🌐 www.netizenborneonews.com
📱 Instagram & Threads: @netizen_neo | Threads
🎥 TikTok: @netizen__neo
📘 Facebook: Netizen Borneo
📩 Email Redaksi: netizen.neo@hotmail.com
💬 WhatsApp Redaksi: Chat Sekarang